Pages

PENELITIAN TINDAKAN KELAS



BERKAS PENDUKUNG



PEMILIHAN GURU BERPERESTASI TAHUN 2007


Disusun oleh:
Subeki, S.Pd.
NIP 132231175

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMP NEGERI 1 TANGGUNGHARJO
2007

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA
Siswa Kelas IX SMP N 1 Tanggungharjo Tahun Pelajaran 2006/2007


PENELITIAN TINDAKAN KELAS



Diajukan untuk melengkapi persyaratan guru berprestasi 2007

Disusun oleh:
Subeki, S.Pd.
NIP 132231175

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMP NEGERI 1 TANGGUNGHARJO
2007

ABSTRAK
            Salah satu upaya meningkatkan kualitas pembelajaran IPA adalah dengan menerapkan berbagai model pembelajaran. Model pembelajaran yang dikembangkan hendaknya mengacu pada esensi pembelajaran IPA yang sesungguhnya, yakni pembelajaran yang berorientasi dengan keterampilan proses.
            Model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Mengingat, model pembelajaran ini membiasakan siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dan berlatih mempresentasikan hasil diskusinya. Dengan demikian, prosedur kerja ilmiah yang merupakan karakter keterampilan proses dalam pembelajaran IPA benar-benar tampak.
            Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga siklus. Tiap siklus diterapkan penahapan sesuai model pembelajaran yang ditetapkan, yakni (1) Siswa dikelompokkan sesuai kelompoknya, (2) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa, (3) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain, (4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka, (5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (6)  Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka, dan (7)  Guru memberi evaluasi
            Berdasarkan hasil tindakan tampak kualitas pembelajaran IPA semakin meningkat dengan indikator lebih dari 85%siswa telah tuntas dalam belajarnya, prosedur kerja ilmiah semakin tampak, dan suasana kelas semakin konsusif.
     Kata Kunci:   Model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray, kualitas           pembelajaran IPA.





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Perkembangan ilmu pengetahuan alam (IPA) telah melaju dengan pesatnya.  Hal ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi.  Perkembangan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan IPA berkembang dengan pesat.  Perkembangan IPA yang begitu pesat, menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep IPA, yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.  Untuk dapat menyesuaikan perkembangan IPA kreativitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak ditingkatkan.  Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan.
            Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya ilmu pengetahuan alam arah perkembangannya tidak terlepas dari Permen 22 tahun 2006 (Standar Isi) yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah dan menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. 
Pada umumnya siswa di SMPN 1 Tanggungharjo menganggap bahwa mata pelajaran IPA dianggap pelajaran yang paling sulit, sehingga hal ini mengakibatkan hasil belajar para siswa menjadi rendah. Namun, ada sebagian siswa menganggap mata pelajaran IPA adalah salah satu pelajaran yang disenangi, apalagi bila materi pelajaran disajikan dengan pendekatan yang menarik, siswa dengan tekun dan penuh antusias memperhatikan fenomena-fenomena yang ditampilkan guru saat pembelajaran. Anehnya, hasil-hasil ulangan harian ataupun sumatif nilai rata-rata siswa untuk pelajaran IPA masih rendah. Salah satu yang penyebabnya yaitu sikap siswa yang pasif saat proses pembelajaran berlangsung.
Permasalahan di atas perlu diupayakan pemecahannya, salah satunya yaitu melakukan tindakan yang dapat mengubah suasana pembelajaran yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada obyek yang nyata (melakukan percobaan) serta melibatkan pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. Melakukan percobaan dalam pembelajaran adalah salah satu upaya menanamkan konsep kepada siswa, karena dengan percobaan terdapat keuntungan-keuntungan sebagai berikut ; (1) siswa lebih percaya pada kebenaran konsep yang telah di coba sendiri ; (2) hasil belajar yang diperoleh siswa bersifat retensi (tahan lama) dan internalisasi (menyatu dalam jiwa siswa) ; (3) memperkaya pengalaman dengan hal yang bersifat objektif. Dengan demikian, pembelajaran secara langsung pada obyek yang sedang dipelajari memungkinkan meningkatkan pemerolehan pengetahuan sesuai dengan harapan.
Belajar, menurut Konstruktivis adalah suatu perubahan konseptual, yang dapat berupa pengkonstruksian ide baru atau merekonstruksi ide yang sudah ada sebelumnya. Menurut Konstruktivist ketika siswa masuk ke kelas untuk menerima pelajaran, siswa tidak dengan kepala kosong yang siap diisi dengan berbagai macam pengetahuan oleh guru. Sebenarnya para siswa telah membawa pengetahuan awal yang diistilahkan oleh para konstruktivist dengan gagasan/pikiran siswa (children's ideas).
            Dalam perkembangannya IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta (produk ilmiah) tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.  Jadi, proses atau keterampilan proses atau metode ilmiah itu merupakan bagian dari IPA khususnya bidang studi IPA-Fisika.  Selama siswa menggunakan sikap ilmiah, maka IPA merupakan pengetahuan yang dinamis tidak statis, baik dalam teori maupun dalam praktik.  IPA tidak sekadar pengetahuan, tetapi IPA adalah human enterprise yang melibatkan operasi mental, keterampilan, dan strategi, yang dirancang manusia untuk menemukan hakikat jagad raya.
            Menurut Permen 22 tahun 2006 (Standar Isi), pendekatan IPA adalah pendekatan keterampilan proses yang menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.  Hal ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA di SMP tidak hanya berlandaskan pada teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan pada prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif.  Namun kenyataan di lapangan proses belajar mengajar masih didominasi metode konvensional.
            Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses IPA, para guru  sebaiknya  membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk satu semester.  Dalam perencanaan ini ditentukan semua konsep-konsep yang dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses IPA yang akan dikembangkan.  Dengan mengembangkan keterampilan IPA anak akan dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat.
            Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai.  Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa secara aktif.  Agar keterampilan proses yang dikembangkan dapat berjalan, siswa perlu dilatih keterampilan  proses tersebut sebelum pendekatan keterampilan proses itu dapat dilaksanakan.  Menurut Nurhadi (2006:10) pendekatan keterampilan proses dapat berjalan bila siswa telah memiliki keterampilan proses yang diperlukan untuk satuan pelajaran tertentu. 
            Menurut Permen 22 tahun 2006 (Standar Isi), pendekatan adalah pendekatan keterampilan proses yang menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.  Hal ini berarti proses belajar mengajar di SMP tidak hanya berlandaskan pada teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan  pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif.  Implikasi teori belajar kognitif dalam pengajaran IPA adalah memusatkan kepada  berpikir atau proses mental anak, dan tidak sekedar kepada  hasilnya.  Relevansi dari teori konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri.  Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray.  Pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif.  Siswa bekerja sama dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.
            Implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang  efektif   pada masing-masing zona perkembangan terdekat mereka.  Selain itu pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa.  Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama.
            Agar pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat berjalan dengan baik siswa terlebih dahulu dilatih keterampilan-keterampilan kooperatif sebelum pembelajaran kooperatif itu digunakan.  Hal ini dilakukan agar siswa telah memiliki keterampilan yang diperlukan untuk satuan pembelajaran tertentu.  Keterampilan kooperatif yang dilatih seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan/menanggapi, menyampaikan ide/pendapat, mendengarkan secara aktif, berada dalam tugas, dan yang paling penting adalah cara menjelaskan kepada teman yang lain.

B.  Masalah
            Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peranan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Kualitas pembelajaran tersebut terlihat pada kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep IPA yang sulit serta kemampuan kerja sama, berpikir kritis, dan sikap sosial siswa. 

C.  Tujuan
            Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, baik pada kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep IPA yang sulit serta kemampuan kerja sama, berpikir kritis, dan sikap sosial siswa. 



BAB II
LANDASAN TEORETIS

A.  Tinjauan Umum Pembelajaran Konstruktivistik
            Pembelajaran IPA dalam pandangan konstruktivistik adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep IPA dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali melalui transformasi informasi untuk menjadi konsep baru. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA adalah membangun pemahaman.
            Pemahaman/pengetahuan dapat dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (Skemp, dalam Hudojo, 1998). Proses membangun pemahaman ini lebih penting daripada hasil belajar, sebab pemahaman akan bermakna pada materi yang dipelajari.
Pembelajaran IPA dalam pandangan konstrukvistik mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) siswa terlibat aktif dalam belajar, (2) informasi dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dalam skemata, dan pemahaman terhadap informasi menjadi kompleks; (3) orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan (Hudojo, 1998).



B. Implikasi Konstruktivistik terhadap Pembelajaran IPA
Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997) mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri. Jadi guru hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Sebagai implikasi konstruktivistik terhadap pembelajaran IPA, tugas guru adalah membantu siswa agar mampu mengkontruksi pengetahuannya. Menurut Hudojo (1998) guru perlu mengupayakan hal-hal sebagai berikut: (1) menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan; (2) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret; (3) mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau lingkungannya; (4) memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis; dan (5) melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga IPA menjadi menarik.
C.  Tinjauan Umum Pembelajaran Kooperatif
            Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya.
Pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA.  Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain.  Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen.  Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku.  Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.  Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.  Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Perlu ditekankan kepada  siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh anggota timnya menyelesaikan seluruh tugas.  Siswa diminta menjelaskan jawabannya di lembar kerja siswa (LKS).  Apabila seorang siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompok diminta untuk menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada  guru.  Pada saat siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling di antara anggota kelompok, memberikan pujian dan mengamati bagaimana kelompok bekerja.  Pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa menverbalisasi gagasan-gagasan dan dapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep secara aktif.
Pada saatnya, kepada  siswa diberikan evaluasi dengan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes yang diberikan.  Diusahakan agar siswa tidak bekerja sama pada saat mengikuti evaluasi, pada saat ini mereka harus menunjukkan apa yang mereka pelajari sebagai individu.
D.  Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
            Terdapat 7 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif.  Langkah-langkah tersebut telihat seperti berikut ini.
1.      Siswa dikelompokkan sesuai kelompoknya.
2.      Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa
3.      Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain
4.      Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka
5.      Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
6.      Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
7.      Guru memberi evaluasi

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
            Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data langsung yang ditemukan di lapangan, yaitu kekurangmampuan siswa dalam memahami prosedur kerja ilmiah yang berupa kesalahan siswa dalam menggunakan peralatan. Kemudian peneliti memberikan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas.
            Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti di lapangan untuk menyusun rencana kegiatan, melaksanakan tindakan pembelajaran, mengobservasi pelaksanaan pembelajaran, mengadakan wawancara dengan subjek penelitian, dan akhirnya melaporkan hasil penelitian.
            Pelaksanaan pembelajaran pada setiap tindakan dalam penelitian ini akan berakhir jika tingkat keberhasilan belajar masing-masing subjek penelitian mencapai optimal/baik sekali, artinya >85% materi pelajaran dapat dikuasai siswa. 
B.  Data dan Sumber Data
            Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
  1. Hasil jawaban subjek penelitian dari tes awal penelitian, dan tes pada akhir tiap-tiap tindakan.
  2. Jawaban subjek penelitian pada saat wawancara.
  3. Hasil observasi dengan berpedoman lembar pengamatan.
  4. Catatan lapangan tentang pelaksanaan pembelajaran.
            Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 1 Tanggungharjo tahun pelajaran 2009/2010 sebagai subjek penelitian.

C.  Metode Pengumpulan Data
            Metode pengumpulan data disesuaikan dengan data yang ingin diperoleh. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan subjek penelitian dalam pembelajaran, dilaksanakan tes formatif yang hasilnya dinyatakan dalam bentuk skor. Kemudian, ditindak lanjuti dengan wawancara untuk memperoleh informasi lengkap tentang skor yang diperoleh.

D.  Metode Analisis Data
            Analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data; dan dikerjakan secara intensif. Data yang berupa kata-kata/kalimat dari catatan lapangan dan hasil wawancara diolah menjadi kalimat-kalimat yang bermakna dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif yang dilakukan dijabarkan dalam 3 komponen berurutan: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
            Dalam penelitian ini reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian singkat, dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus (tindakan).
            Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan, dan penggolongan data. Data yang terkumpul disajikan secara sistematis dan perlu diberi makna.
            Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Triangulasi dalam penelitian ini meliputi: (1) triangulasi dengan sumber, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek ulang data hasil pengamatan dengan hasil wawancara; (2) triangulasi dengan metode, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek ulang informasi dari pengamatan, wawancara, dan tes akhir tindakan dengan metode yang digunakan dalam tindakan; dan (3) triangulasi dengan teori, dilakukan untuk membandingkan data hasil tindakan, pengamatan, dan wawancara dengan teori yang terkait.



E.  Instrumen Penelitian
            Prosedur dan langkah-langkah dalam melaksanakan tindakan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (dalam Rofi’uddin, 1996) berupa siklus spiral yang terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi, yang diikuti siklus spiral berikutnya.
Selanjutnya untuk pengumpulan data, digunakan instrumen sebagai berikut:
  1. Rancangan pembelajaran
Instrumen ini peneliti rancang yang terdiri dari: (1) rancangan pembelajaran siklus I ; (2) rancangan pembelajaran siklus II; dan (3) rancangan pembelajaran siklus III.
  1. Lembar Pengamatan
Instrumen ini dirancang oleh tim peneliti, untuk mengumpulkan data mengenai kegiatan guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran.
  1. Pedoman Wawancara
Instrumen ini disusun sendiri oleh tim peneliti, dengan pertanyaan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan di lapangan.
  1. Tes Hasil Belajar
Instrumen ini disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada Standar Isi dan buku teks IPA melalui kolaborasi dengan guru IPA lainnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Deskripsi Hasil Kegiatan Pra Tindakan
Suasana awal yang terlihat yaitu seperti “kelas mati.” Siswa kurang bergairah dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat dari sikapnya yang kurang cekatan, baik dalam mengelkuarkan peralatan belajar maupun reaksinya terhadap pembelajaran.
B.  Deskripsi Data Siklus I (Tindakan I)
  1. Perencanaan Tindakan I
Pada tahap ini peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan I tentang Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dilengkapi dengan LKS dan tes formatif tindakan I. Sesuai rencana tindakan I akan dilaksanakan dalam 2 pertemuan.
2.      Pelaksanaan Tindakan I
Pembelajaran tindakan I dilaksanakan dengan berorientasi pada konstruktivistik yang disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir siswa SMP.


a.       Pertemuan ke-1 (Tindakan I-1)
Pada tindakan I-1 ini dijelaskan agar siswa membangun pengetahuan tentang kosep listrik dinamis, yang diawali dengan menggunakan peraga avometer. Dengan terbangunnya konsep listrik dinamis, siswa dapat menerapkan konsep tersebut untuk memahami pengukuran tegangan dan arus listrik dengan menggunakan avometer.
Pada tahap selanjutnya, setelah siswa benar-benar paham dengan alat peraga, kegiatan dilanjutkan pada semi konkret/semi abstrak dengan menggunakan gambar-gambar. Kemudian pada tahap terakhir, siswa diarahkan pada kegiatan abstrak, yaitu menggunakan rumus-rumus fisika, diawali dengan kegiatan pada LKS I-1.
b.      Pertemuan ke-2 (Tindakan I-2)
Pada tindakan ini, melalui manipulasi alat peraga avometer, siswa diarahkan pada kegiatan untuk memahami hubungan antara tegangan dan arus listrik
Selanjutnya untuk tahap abstrak, siswa dilatih dengan LKS I–2 dan soal-soal dan akhirnya mengerjakan tes formatif tindakan I.
Deskripsi Hasil Tindakan I
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
  1. Pengamatan terhadap subjek penelitian (siswa)
Pada awal pembelajaran I-1, siswa terlihat cemas dan bingung, karena belum terbiasa. Alat peraga cenderung digunakan untuk bermain sehingga pembelajaran agak terganggu. Selain itu, antusiasme dan motivasi dari siswa belum nampak, bahkan siswa masih sangat tergantung pada instruksi peneliti.
Selanjutnya, pada pembelajaran tindakan I-2 siswa mulai terlihat antusias dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Beberapa siswa lebih cepat memahami materi baik melalui peraga maupun berpikir abstrak, tetapi siswa yang lain banyak memerlukan bimbingan dari peneliti.
b.      Hasil tes formatif
      Hasil tes formatif yang dicapai subjek penelitian belum mencapai tingkat keberhasilan optimal, yakni > 85%. Selanjutnya diadakan wawancara untuk mengetahui berbagai kesulitan yang dialami
3.      Refleksi
Pembelajaran tindakan I ini memang belum dapat dilaksanakan secara optimal, karena siswa masih sangat tergantung pada instruksi guru (peneliti) dan hasil tes formatif juga belum memuaskan.
            Berdasarkan hasil tersebut diterapkan bahwa tujuan pembelajaran tindakan I belum tercapai. Oleh karena itu, diperlukan mengulang tindakan, dalam arti dapat dilanjutkan ke tindakan II.
·         Pembahasan Tindakan I
Tingkat kooperatif siswa dalam tindakan I ini tampak belum maksimal. Hal ini terjadi karena siswa masih canggung. Percobaan yang dalakukan pun belum tampak maksimal. Oleh karena itu, penguasaan konsep tentang kelistrikan belum dikuasai dengan baik, bahkan muaranya pada kemampuan pengerjaan soal tidak dapat diselesaikan dengan baik.
C.  Deskripsi Data Siklus II (Tindakan II)
  1. Perencanaan Tindakan II
        Penelitian menyiapkan rancangan pembelajaran II tentang hukum Kirchoff I serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari memperhatikan refleksi tindakan I, dilengkapi dengan LKS dan tes formatif tindakan II.
  1. Pelaksanaan Tindakan II
Pembelajaran tindakan II merupakan kelanjutan dari tindakan I, dilaksanakan dalam 1 pertemuan.
a.       Pertemuan ke-1 (tindakan II-1)
  Pada tindakan II difokuskan agar siswa menguasai dan meningkatkan permahamannya tentang konsep kelistrikan dalam hukum Kirchoff I serta kaitannya dalam kehidupan sehari-hari Tahap pembelajaran yang dilalui adalah konkret, semi konkret/semi abstrak, dan abstrak (dengan menyelesaikan LKS II-1).
·         Deskripsi Hasil Tindakan II
a.   Pengamatan terhadap subjek penelitian
Pada tindakan II, subjek penelitian sudah menampakan antusiasme dan motivasi yang tinggi. Hal ini nampak dari keberanian siswa untuk bertanya dan mengemukkan pendapatnya. Siswa, baik yang menjadi kelompok tamu atau penerima tamu sudah menunjukkan kemampuan menjelaskan hasil diskusinya.
Hasil tes formatif yang dicapai kelima subjek penelitian sudah sesuai target, yaitu > 80% telah tuntas.
Refleksi Tindakan II
Penerapan pembelajaran yang berorientasi pada konstruktivistik pada tindakan II ini sudah lebih baik dibanding tindakan I, tetapi belum optimal. Siswa belum mampu mengkombinasikan alat peraga yang disediakan dengan uraian verbal dalam menjelaskan konsep-konsep, sehingga dapat dilanjutkan ketindakan III.
  • Pembahasan Tindakan II
Meskipun sebagian besar siswa telah mencapai batas ketuntasan, tetapi prosedur kerja ilmiah siswa perlu ditingkatkan, terutama dalam menjelaskan kosep dengan mengkombinasikan alat peraga dengan penjelasan verbal. Prosedur kerja ilmiah ini perlu ditingkatkan karena salah satu tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa mampu bekerja sesuai dengan prosedur ilmiah.\
D.  Deskripsi Data Siklus III
  1. Perencanaan Tindakan III
Peneliti menyiapkan rancangan pembelajaran tindakan III tentang hukum Kirchoff I serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dilengkapi dengan LKS dan tes formatif tindakan III.

2.      Pelaksanaan Tindakan III
a.       Pertemuan ke-1 (Tindakan III-1)
Sebagai kelanjutan dari dua tindakan sebelumnya, tindakan III-1 ini difokuskan agar siswa menguasai dan meningkatkan pemahamannya pada konsep hukum Kirchoff I
b.       Pertemuan ke-2 (Tindakan III-2)
Pada tindakan III-2 ini siswa dapat mengembangkan
hukum Kirchoff I untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Deskripsi Hasil Tindakan III
Pengamatan terhadap subjek peneliti 
Pada tidakan III-1 dan III-2 ini, subjek penelitian sudah terbiasa dengan situasi pembelajaran yang diterapkan peneliti; sehingga siswa hafal urutan yang harus dilakukan. Suasana pembelajaran semakin menarik karena subjek penelitian selalu berlomba dalam menyelesaikan tugas dan melaporkannya. Hasil tes formatif yang dicapai sangat memuaskan. Selanjutnya hasil wawancara juga menunjukkan jawaban yang konsisten.
4.      Refleksi Tindakan III
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray ternyata mampu meningkatkan kualitas belajar ipa siswa kelas IX SMP N1 Tanggungharjo. Hal ini terlihat dalam peningkatan dari tiap-tiap siklus. Pada tindakan III siswa tampak sudah paham dengan yang harus dikerjakan.
5.      Pembahasan Tindakan III
Konsep kelistrikan dapat dipahami oleh siswa jika siswa terlibat aktif dalam pembelajaran melalui tahap-tahap konkret, semi konkret/semi abstrak, dan abstrak. M
odel pembelajaran two stay two stray tampak melibatkan siswa, baik secara intelektual maupun emosional.
Suasana pembelajaran yang kondusif pada tindakan III-1 dan III-2 ternyata sangat membantu siswa dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran tindakan III dapat tercapai.


BAB V
KESIMPULAN

Setelah dilakukan tindakan kelas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Kualitas pembelajaran IPA  ternyata dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray. Dengan model pembelajaran ini keterampilan proses yang menjadi penekanan pembelajaran IPA, yakni mengomunikasikan konsep-konsep yang dikuasainya kepada orang lain dapat tercipta karena model pembelajaran ini melibatkan siswa, baik secara intelektual maupun emosional.


DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. 1987. Pendidikan Science. Yogyakarta: FKIE IKIP.
Berg, Euwe van den (Ed). 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Depdikbud. 2006. Standar Isi (Permen No. 22 tahun 2006). Jakarta: Depdikbud.
Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar IPA. Jakarta: Depdikbud
Madya, S. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Rifi’uddin, A.H. 1996. Rancangan Penelitian Tindakan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Tingkat Lanjut Penelitian Kualitatif Angkatan V tahun 1996/1997. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suyanto. 1996/1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagian Pertama: Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP Yogyakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud.
Usman, M.U., L. Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

0 komentar:

Posting Komentar