Pages

Para Dewa, Yang Sering Mengunjungi Bumi.



Mungkin dapat diperoleh sekedar penjelasan mengenai persoalan itu dalam kebudayaan
bangsa Hindu.
Dalam tulisan-naskah “Samaranagama Sutradhara” disebut soal “makhluk-makhluk
kahyangan”, yang turun ke bumi; mungkinkah ada hubungan antara peradaban, yang jauh
ini, dan dunia tertentu di angkasa-luar?
Menurut Professor Hariyappa dari Universitas Misore, maka “Dewa-dewa itu sering turun
ke bumi”, dan beberapa orang mempunyai hak istimewa untuk mengunjungi para Dewa
itu di langit. Dalam mempelajari “Rig Veda”, sebuah naskah suci lain di India, Professor
Hariyappa mengatakan adanya kemungkinan saling hubungan antara semua planit pada
jaman yang telah jauh berlalu.
Manuskrip Hindu “Mahabharata” menyinggung adanya kehidupan di lain-lain planit
sebagai berikut: “Tidak terbataslah luasnya ruangan, yang dihuni oleh makhluk-makhluk
sempurna dan Dewa-dewa. Tempat tinggal mereka, yang sangat indah, tidak ada
batasnya”.
Akan tetapi, kalau para Dewa - atau makhluk-makhluk ruang angkasa pernah turun ke
bumi untuk mengajarkan secara serius ilmu pengetahuan tinggi kepada manusia pada
jaman ribuan tahun yang lalu, mengapakah kita sekarang tidak dapat lagi mengadakan
hubungan dengan mereka?
Di Negeri Orang-orang, Yang Mengetahui Segala-galanya.
Ilmu-pengetahuan, menurut dongeng yang ada, yang dimiliki oleh manusia pra-sejarah,
dinyatakan telah mencapai tingkat ketinggian yang benar-benar mengagumkan.
Dalam hubungan itu, ceritera kuno mengenai Apollonius dari Tyana, memberikan
gambaran baru tentang misteri Ilmu-pengetahuan pada jaman pra-sejarah.
Siapakah Apollonius itu? Riwayat hidup luar biasa dari orang mengagumkan itu, ditulis
oleh Praetor Philostratus atas perintah Ratu Romawi Julia. Menurut penulisnya,
Apollonius di lahirkan dalam tahun empat sebelum Masehi, di Kapadosia. Pada waktu
masih sangat muda, dia telah membuktikan mempunyai kecerdasan otak, yang jauh
melebihi kecerdasan orang pada umumnya, dan guru-gurunya selesai melengkapi
pendidikannya ketika dia berumur empat-belas tahun; dia telah memiliki pengetahuan
yang sangat luas. Pada usia 16 tahun dia mengucapkan janji, yang menyebabkan dia dapat
diterima di Sekolah Pythagoras.
Perjalanannya yang lama dan luar-biasa, yang penuh dengan kejadian-kejadian aneh,
ketika seorang pendeta Apollo memberikan kepadanya sebuah peta, yang diukir pada
tembaga, yang menunjukkan jalan ke “Kota para Dewa”, suatu daerah di Tibet-India;
menurut orang-orang Yunani, di situlah tempat tinggal “orang-orang, yang mengetahui
segala-galanya”.
Dengan bekal peta, yang dia miliki, filosof Yunani yang bernama Apollonius itu,
memulai perjalanannya. Setelah sampai di Nineveh, dia berjumpa dengan seorang lakilaki
muda bernama Damis, yang menawarkan diri untuk menjadi penunjuk-jalannya.
Setapak demi setapak, pada waktu ke dua orang itu mendekati tempat-tujuan, terjadilah
peristiwa-peristiwa yang luar-biasa; jalan di belakang mereka kelihatannya lenyap
mencair, dan daerah pedusunan tampak bergerak mengalir.
Pada suatu hari mereka berjumpa dengan seorang anak laki-laki, yang menyapa mereka
dalam bahasa Yunani sebagai berikut: “Selamat datang kepadamu, Apollonius. Pemimpin
kami, Larchas, telah menantimu”.
Orang muda pandai-bijaksana itu menjumpai seribu hal yang aneh-aneh: Lobang-lobang,
yang mengeluarkan lajur-lajur terang, seperti proyektor; batu-batu yang memancarkan
sinar dalam gelap, yang menerangi kota, dan yang mendadak menjadi gelap.
Akan tetapi, apa yang paling aneh baginya adalah soal “melayang-layang di udara”, dan
adanya sebuah pesawat yang mematuhi semua perintah orang-orang Tibet itu.
Philostratus menggambarkan robot-robot itu sebagai berikut: “Didorong oleh kekuatankemauan,
mereka berpindah-pindah tempat di sekitar tempat yang suci, digerakkan oleh
dirinya sendiri, mereka menanggapi isyarat-isyarat, yang bagaimana kecilnya-pun, dari
para Dewa”.
Melihat keheranan Apollonius, Larchas berkata kepadanya: “Engkau sekarang berada di
antara orang-orang, yang mengetahui segala-galanya”.

0 komentar:

Posting Komentar